MENELADANI AKHLAK RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM #2 Oase Iman
Penyayang
Imam Al-Bukhari meriwayatkan banyak hadits yang mengisahkan tentang sifat kasih sayang yang dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan juga menjelaskan sabda-sabda Rasul yang berhubungan dengan perkara ini.
Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh ibunda kaum Muslimin, ‘Aisyah yang mengisahkan tentang seorang Arab Badui bernama Al-Aqra bin Habis radhiyallahu ‘anhu, yang datang berkunjung ke Madinah. Ia amat heran melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencium cucu-cucu beliau dan anak-anak para sahabatnya.
Ia berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai sepuluh orang anak, tetapi, tak seorang pun dari mereka yang pernah saya cium”.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, “Apakah Allah telah mencabut sifat kasihs ayang dari hatimu?”. (H.R. Bukhari).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak ingin para sahabat memiliki perasaan yang kaku dan keras. Menyayangi anak-anak adalah teladan yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, agar para pengikutnya berhati lembut dan penyayang.
Namun, tidak selamanya kasih sayang menimbulkan keramahan, keceriaan, senang dan bahagia. Orang dengan perasaan yang lembut seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga menemukan bahwa kasih sayang seringkali berupa air mata dan kesedihan. Hal tersebut tentu tidak mengurangi keagungan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki keluhuran akhlak yang tiada dimiliki oleh orang lain. Beliau begitu bijaksana dalam mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara menyayangi orang yang lebih muda dari kita, sekalipun itu adalah anak kecil.
Berkaitan dengan sifat kasih sayang, Allah Ta’ala telah menegaskan dalam beberapa ayatnya di antaranya firman-Nya :
وَإِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ۬ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِين
Artinya : “…Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A’raf [7] : 56).
Meski Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah manusia pilihan yang selalu dijaga gerak dan langkahnya oleh sang Khalik. Namun Allah tetap memerintahkan Nabi-Nya untuk tetap tawadhu dan menyebarkan kasih sayang.
Allah Ta’ala berfirman:
وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِلۡمُؤۡمِنِينَ …
“…Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-Hijr [15] : 88).
Ada kisah menarik lainnya, diriwayatkan bahwa suatu ketika salah seorang sahabat terlambat datang ke Majelis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . Karena terlambat, sehingga sahabat ini tidak mendapatkan tempat duduk, kemudian ia minta izin untuk mendapat tempat, akan tetapi para sahabat yang lain tak mau memberinya tempat.
Di tengah kebingungannya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memanggilnya untuk duduk di dekatnya. Tidak berhenti sampai di situ, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melipat sorbannya kemudian diberikan kepada sahabat tersebut untuk dijadikan tampat duduk.
Jadilah sahabat tersebut berlinangan air mata menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . Lihatlah bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghargainya sampai-sampai sahabatnya menangis karena terharu.
Jika kita perhatikan, maka akan sangat jelas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki jiwa kepedulian terhadap manusia, beliau tidak memandang status sosial seseorang, apakah dia orang kaya atau bahkan jika orang tersebut dari kalangan dhu’afa sekalipun.
Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfury mencantumkan didalam kitab sejarahnya Ar Rahiq Al-Mahtum beliau menceritakan bahwa seorang muslimah tengah berbelanja di pasar bani Qainuqa’.
Orang-orang Yahudi memintanya agar ia menyingkapkan jilbabnya. Tentu saja wanita itu menolaknya, maka salah seorang di antara mereka mengikatkan ujung jilbab muslimah tersebut tanpa sepengetahuannya. Sehingga tatkala wanita itu berdiri, tersingkaplah auratnya diiringi gelak tawa bani Qainuqa’.
Wanita tersebut berteriak, kemudian salah seorang sahabat datang dan langsung membunuh pelakunya. Tetapi akhirnya sahabat tersebut dikeroyok dan dibunuh kaum yahudi.
Ketika kabar tersebut didengar oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka beliau segera mengumpulkan pasukan untuk menyerang serta mengepung benteng bani Qainuqa’. Hingga pada akhirnya kaum Yahudi menyerah dan siap mendapatkan hukuman.
Saat seperti inilah Abdullah bin Salul (gembong Munafik) memberikan saran terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk membunuh mereka semua. Namun dengan kemuliaan akhlak dan keluhuran budi pekerti beliau, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menolak usulan tersebut. Kaum Yahudi hanya diusir dari kota Madinah.
Penyabar
Di dalam hadits disebutkan :
-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi Wasallam: “Nasihatilah aku”, Nabi bersabda : “Jangan engkau marah –beliau mengulanginya beberapa kali- jangan marah”. (HR. Al-Bukhari)
Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan di dalam kitabnya Syarh Arba’in An Nawawiyyah li ibni Utsaimin tentang makna hadits ini ketika seorang laki-laki meminta wasiat terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, wasiat adalah sebuah pesan yang disampaikan kepada seseorang tentang perkara penting.
Lelaki tersebut meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar beliau memberikan wasiat kepadanya. Maka berliau bersabda, “Janganlah engkau marah.” Nabi tidak menyampaikan wasiat untuk bertakwa, yang dengan wasiat inilah Allah berwasiat kepada umat ini dan dengan wasiat ini pula, Dia berwasiat kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kita.
Beliau menyampaikan agar jangan marah. Yang dimaksud bukanlah melarang dari marah, itu merupakan salah satu tabiat manusia. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah agar dapat menguasai dirimu ketika marah, di mana ia tidak melampiaskan apa yang dituntut oleh kemarahan ini, karena kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh setan ke dalam lubuk hati anak adam.
Karena itu, engkau dapatkan orang yang sedang marah, matanya memerah, urat-uratnya keluar. Bisa jadi, perasaannya menjadi hilang dengan sebab kemarahan itu, sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan.
Bisa jadi akhirnya ia menyesal dengan penyesalan yang mendalam terhadap apa yang terjadi dengan sebab kemarahan itu. Karena itu, nabi berwasiat kepadanya dengan wasiat ini, yaitu wasiat kepadanya dan orang-orang yang keadaannya serupa dengannya.
Dikutip dari : mirajnews.com
Penulis : -
Jika artikel ini bermanfaat, silahkan share. Lets change the world together saudaraku !...
Comments