DASAR HUKUM PEMBUBARAN SYIAH ? PAKAR ANNAS MENJAWAB. Kegiatan ANNAS
ANNASINDONESIA.COM -- Bandung. "Tidak Ada Dasar Hukum untuk Bubarkan Syiah", kata-kata ini sering sekali di dengung-dengungkan oleh orang-orang yang memiliki keterkaitan dengan syiah.
Komisioner Komnas HAM, Hafid Abbas pada April 2014 lalu mengatakan, belum ada undang-undang bisa melarang keberadaan Syiah. Pernyataan itu mengacu pada Pasal 28C UUD 45 terkait hak asasi dan anti-diskriminasi.
Pasal 28C Ayat (2) sendiri menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.”
“Belum ada undang-undang yang membatalkan atau melarang keberadaan Syiah,” kata Hafid dilansir laman Tempo online pada Senin 21 April 2014.
Namun, Anggota Dewan Pakar Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS), Prof. Dr. Asep Warlan membantah pernyataan tersebut. Prof. Asep menegaskan, hukum tidak hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-undang.
Untuk membubarkan Syiah Prof. Asep menegaskan, ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh umat Islam, yaitu dengan memanfaatkan asas ius curia novit yang artinya hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada undang-undangnya.
“Jadi tidak usah risau, jika ingin membubarkan Syiah tapi tidak ada dasar hukumnya. Mari kita coba di pengadilan, “ katanya dalam Mudzakaran Nasional II Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) di Bandung, Ahad (14/5/2017).
Dengan asas tersebut, Asep menambahkan, hakim wajib menemukan hukum atas perkara yang diajukan.
“Ayo kita jelaskan, ini perbuatan Syiah, ini gerakannya, dan ini resikonya. Jika pengadilan tidak memutuskan maka resikonya akan seperti ini dan ahli akan menjelaskan itu,” tegasnya.
Ia mencontohkan keputusan Majelis Hakim dalam persidangan kasus penistaan agama oleh Ahok yang merubah dakwaan pasal 156 tentang penodaan agama menjadi pasal 156a tentang permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama.
“Kenapa hakim berani mengubah itu? Kata hakim, yang saya tegakkan bukan UU, yang saya tegakkan adalah keadilan” kata Asep mengutip pernyataan hakim.
Dan ketika ditanyakan apakah hakim mendapatkan tekanan-tekakan dari publik dalam hal ini yang dilakukan oleh ummat yang melakukan aksi damai di Jakarta ?
Hakim menjawab bahwa dari kacamata pengadilan pergerakan ummat dalam aksi damai di Jakarta bukanlah suatu tekanan dalam menentukan putusan pengadilan tetapi ungkapan permohonan keadilan yang harus ditegakkan.
“Jadi, untuk menegakkan keadilan tidak berdasarkan pada hukum yang tertulis saja, tapi ada kaidah-kaidah yang tidak tertulis yang menyentuh hakikat keadilan,” pungkas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan itu.
Dikutip dari : ANNAS Media
Penulis : -
Jika artikel ini bermanfaat, silahkan share. Lets change the world together saudaraku !...
Comments