Bahaya Pintu-Pintu Jebakan Syiah - Bagian Ketiga Beranda ANNAS
Disarikan oleh Abu Muas T. dari buku "Bahaya Syiah Terhadap Akidah dan NKRI" yang tidak lama lagi akan diterbitkan oleh penerbit Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS)
Tulisan kali ini merupakan lanjutan dari tulisan bagian sebelumnya tentang pintu-pintu jebakan syiah, salah satunya tentang "taqiyah".
Bagi orang syiah terutama pada saat mereka dalam posisi yang lemah, ber-“taqiyah”, menyatakan dan atau melakukan sesuatu yang berbeda dengan keyakinan yang ada dalam diri, bukan hanya boleh, tapi wajib dan bahkan menjadi salah satu indikasi kesempurnaan iman dan kesalehan seseorang.
Al Kulaini meriwayatkan, bahwasanya Abu Abdillah berkata: “Hai Abu Umar, sesungguhnya sembilan puluh persen dari agama ini adalah taqiyah. Tidak ada agama bagi orang yang tidak bertaqiyah. Dan taqiyah boleh dilakukan dalam segala hal, kecuali dalam urusan nabidz (perasan anggur sebelum jadi khamr) dan (tidak bolehnya) mengusap dua sepatu. Al Kulaini menukil riwayat lain dari Abu Abdillah yang berkata: "Jagalah Agama Islam, tutupi dengan taqiyah. Tidak dianggap beriman seseorang yang tidak bertaqiyah. Bahkan dalam rangka bertaqiyah, seseorang dibenarkan bersumpah dengan menyebut apa pun selain Allah”.
Al Hurr al ‘Amili dalam bukunya, Wasaa-ilusy syiah meriwayatkan dari Ibnu Bukair dari Zurarah, dari Abu Ja’far: “Aku (Zurarah) bertanya kepadanya (Abu Ja’far), sesungguhnya bila kita melewati mereka, maka mereka akan memaksa kita untuk bersumpah berkaitan dengan harta kita, padahal kita sudah menunaikan zakatnya, maka dia menjawab: “Wahai Zurarah, jika kamu takut, maka bersumpahlah sesuai dengan yang mereka inginkan” Aku bertanya lagi: “Aku menjadi penebus untukmu, boleh bersumpah demi talak dan demi memerdekakan budak?” Dia menjawab: “Ya demi apa pun yang mereka inginkan.
Dalam keyakinan syiah terdapat kontradiksi, bahwa para “imam” itu orang-orang yang ma’shum yang langsung dipilih sendiri oleh Allah SWT. Apa yang diucapkan dan diperbuat para imam pasti benar dan harus dita’ati oleh umatnya. Di sisi lain, para “imam” syiah berkeyakinan, taqiyah bagian dari agama dan sekaligus bukti keimanan dan kesalehan seseorang.
Karenanya, sangat sulit bagi siapa pun bahkan orang syiah sendiri untuk meyakini, apakah yang diucapkan dan atau dilakukan para “imam” syiah itu sesuatu yang sesungguhnya atau ia sedang bertaqiyah? Sangat mungkin, ucapan dan riwayat para “imam” syiah yang terdapat dalam kitab-kitab standar mereka juga adalah bagian dari taqiyah, karena bukankah sembilan puluh persen urusan agama mereka adalah taqiyah?
Karenanya tidak heran, bila orang-orang syiah sendiri terutama para “pemula” tidak paham sepenuhnya ajaran syiah, karena imam-imam mereka terbiasa bertaqiyah kepada ummatnya sendiri dengan tujuan agar para “pemula” tidak kaget dengan perbedaan yang sangat tajam bahkan sangat bertentangan antara syiah dengan Agama Islam.
Demi untuk meyakinkan doktrin ini, mereka tidak segan-segan mengungkapkan berbagai riwayat yang mustahil bagi akal sehat seorang muslim dapat menerimanya sebagai kebenaran. Terlebih ketika mereka sandarkan riwayat-riwayat tersebut kepada Rasulullah SAW dan keluarganya.
Al Kulaini meriwayatkan dari Abu Abdillah, bahwasanya ketika seorang munafik meninggal dunia, Husain bin Ali Ra diriwayatkan menegur seseorang yang bermaksud pergi karena tidak berkenan menshalatkannya, dengan menyatakan: "Hai Fulan! Kemana engkau hendak pergi? Apakah engkau tidak mau menshalatkan orang munafik ini? Ikutilah saya dan shalatlah di samping kananku dan ikutilah apa yang aku baca. Seusai Takbiratul Ihram, Husain pun lalu membaca: “Ya Allah, timpakanlah laknat-Mu kepada si Fulan hamba-Mu ini seribu laknat. Ya Allah, hinakanlah hamba-Mu ini, timpakanlah kepadanya azab yang pedih, karena dia telah membantu musuh-musuh-Mu dan durhaka terhadap para wali (pemimpin) serta membenci Ahlul Bait Nabi-Mu.
Lihatlah, bagaimana syiah telah menghina Husain bin Ali Ra dan menuduh beliau telah bersikap munafik dengan melaksanakan shalat jenazah bagi seorang munafik. Dalam shalatnya tersebut beliau juga tidak melaksanakan salah satu rukun shalat jenazah yakni mendoakan mayit agar mendapatkan kelapangan, kebaikan, dan ampunan dari Allah SWT., tapi beliau bahkan berdoa agar yang bersangkutan celaka dan dilaknat Allah SWT..
Mungkinkah cucunda Rasulullah SAW yang satu ini melakukan perbuatan kemunafikan seperti itu?
Tidak berhenti sampai di sini, bahkan orang-orang syiah berkeyakinan sebagaimana telah diungkap sebelumnya, bahwa kemunafikan yang sama juga pernah dilakukan Rasulullah SAW ketika seorang tokoh munafik Abdullah bin Ubai bin Salul meninggal dunia.
Lihatlah, bagaimana syiah menisbatkan kedustaan kepada Rasulullah SAW dan menuduh beliau bersikap munafik dalam shalatnya. Padahal beliau diperintahkan Allah SWT.: "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik (QS. Al Hijr, 15:94).
Sejarah mencatat, betapa Rasulullah SAW tetap teguh dan kokoh sikap dan pendiriannya dalam menyampaikan kebenaran Ilahi. Tidak sekali pun beliau bertaqiyah. Padahal pada periode pertama risalah di Makkah, beliau acapkali dicaci-maki, dihina, difitnah, diintimidasi, dan bahkan hendak dibunuh.
Begitu pula halnya Abu Bakar Shiddiq Ra, Bilal bin Rabah Ra, bahkan Sumayyah Ibunda Ammar, dan Habib bin Zaid lebih memilih mati syahid daripada bertaqiyah. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW dan para Sahabat sangatlah bertolak-belakang dengan doktrin syiah yang menyatakan bahwa taqiyah adalah bagian dari agama dan bukti kesempurnaan iman seseorang.
Melalui jebakan-jebakan seperti ini, tidak heran bila sebagian ummat Islam yang awam akan terperdaya dan mengira bahwa syiah bagian dari Islam. Mereka menganggap, perbedaan yang ada antara syiah dan Islam hanyalah perbedaan pemahaman seperti halnya perbedaan di kalangan empat imam madzhab. Bahkan kemudian, menganggap jika syiah merupakan madzhab yang kelima.
Di Indonesia menurut Ika Rais, seorang mantan penganut syiah yang pernah dibina langsung selama enam tahun oleh salah seorang tokoh syiah, menyatakan: "Pada tahun-tahun awal kajian syiah, Jalaluddin Rahmat sendiri tak pernah mau mengakui secara terang-terangan kalau ia penganut syiah. Dan, meskipun belakangan ia mau berterus-terang mengakui kesyiahannya ia tetap berhati-hati dan seringkali tidak mengakui apa-apa yang sesungguhnya telah ia ucapkan dalam kajian syiah.
Ummat Islam yang awam seharusnya tidak terjerat oleh jebakan seperti ini, jika saja ummat jeli dan mau mengajukan beberapa pertanyaan dan merenungkannya, misalnya, “Mengapa orang-orang syiah harus bertaqiyah di hadapan ummat Islam? Apa yang mereka sembunyikan? Jika ajaran yang mereka sembunyikan itu ajaran yang benar, maka mengapa mereka harus sembunyikan? Atau bahkan takut untuk menyampaikannya?
Jebakan-jebakan syiah lainnya akan diuraikan pada bagian berikutnya.
Tulisan ini disarikan dari buku berjudul, "Bahaya Syiah Terhadap Akidah dan NKRI" yang tidak lama lagi akan diterbitkan oleh penerbit Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS).
*********************************************************************
Salurkan donasi antum untuk menjaga Aqidah Umat dalam berbagai Program ANNAS FOUNDATION
Ke No. Rek. an. ANNAS FOUNDATION
Bank Muamalat :
129 000 3048 (Wakaf)
129 000 3049 (Shodaqoh)
129 000 3050 (Zakat)
Bank Mandiri :
13000 41 3000 40 (Wakaf)
13000 51 3000 54 (Shodaqoh)
13000 41 3000 57 (Zakat)
Hubungi Hot Line Kami
Di 081 12345 741
Atau Bisa Langsung Ke Kantor Kas ANNAS Foundation
Di Jl. CIJAGRA RAYA NO 39
BANDUNG
Senin sd Sabtu 09.00 sd 15.30
#ANNAS
#SyiahbukanIslam
#JundullahANNAS
#GEMAANNAS
#GARDAANNAS
#ANNASFoundation
#ANNASINDONESIA
Dikutip dari : -
Penulis : Tardjono Abu Muas
Jika artikel ini bermanfaat, silahkan share. Lets change the world together saudaraku !...